INFORMASI :

"Selamat datang di website Desa Semali" Salam sejahtera untuk kita semua...

SUMBER BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT DESA SEMALI

SUMBER BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT DESA SEMALI

PEMANFAATAN SUMBER DAYA BUDAYA SEBAGAI DAYA TARIK DESA WISATA

1.      PESUCEN ( PESUCIAN)

 

Pada waktu penjajahan Hindia Belanda di Kadipaten Kaleng yang bernama Banyak Kumarang alias Raden Djono ke 1 yaitu keturunan dari Kerajaan Mataram. Pada tahun 1987 Raden Djono ke 1 keluar dari Kaleng mengembara/jiarah menuju kearah sebelah barat disitu ketemu dengan Joko Puring, entah apa yang diomongkan, yang akhirnya Raden Djono ke  1 memberi nama Desa Puring. Raden Djono ke 1 keluar dari Desa Puring meneruskan mengembara menuju kearah utara bagian sebelah timur, sampai disitu Raden Djono ke 1 mendengar suara gumrenggeng, suara itu diama amati, yaitu ada suara tidak ada orangnya, kesimpulannya Raden Djono ke 1 disitu memberi nama Desa Genggeng.

              Raden Djono ke 1 keluar dari Desa Grenggeng melanjutkan mengembara menuju kearah utara, kemudian belok terus kearah barat, disitu bertemu dengan Kyai Dul Syukur keturunan dari Kerajaan Mataram sedang istirahat. Kyai Dul Syukur sedang menjalakan tugas sayembara atas perintah dari Kerajaan Mataran. Kyai Dul Syukur diberikan beberapa bumbung wasiat, bumbung wasiat itu supaya diisi dan dimasuki bermacam macam hewan atau binatang, dan setelah bumbung wasiat berisi, entah apa isisnya, kemudian diambil satu demi satu, setelah berkumpul dengan lengkap Kyai Dul Syukur bersiap-siap berangkat menuju ke Kerajaan Mataram akan melaporkan tugasnya dengan membawa bumbung wasiayat yang berisi atau hasil sayembara.

Kyai Dul Syukur berintuisi ( berpikir bisikan batin), bahwa bumbung wasiat sebenarnya berisi apa. Pada waktu menuju ke Kerajaan Mataram, ditengah tengah perjalanan  semua bumbung wasiat itu dibuka, setelah dibuka disitu maka keluarlah binatang-binatang buas  yang disebut binatang sakutu-walang-ataga saisining dunya, yaitu macam buas, gajah, ular yang berbisa, anjing yang buas dan bermacam-macam binatang buas lainnya. Binatang-binatang itu kemudian bubar mawud ( Brantakan berkeliaran) mencari tempat sendiri-sendiri. Disitu Kyai Dsul Syukur kagum (Mlengggong ) dan diselubungi bingung atau bimbang, Kyai Dul Syukur berpikir dua kali, yaitu kalau diteruskan pulang dan lapor kekerajaan Mataran jelas dimarahi oleh Raja Mataram, karena pulang tidak membawa hasil sayembara. Kesimpulannya Kyai Dul Syukur balik kanan da kembali ke tempa semula yaitu ditempat sayembara. Disitu ketemu lagi dengan Djono ke 1. RadenDjono ke 1 kemudian bertanya kepada Kyai Dul Syukur,mengapa kembali lagi disini, apakah tugas sayembaramu sudah disampaikan kekerajaan Mataram ? Kyai Dul Syukur menjawab pertanyaan Raden Djono 1, ialah menyatakan dan mengakui  kesalahannya dengan terus terang, bahwa perolehan sayembara  ditengah-tengah perjalanan kami buka, karena sangat ingin tahu   isi dari bumbung  wasiat itu. Setelah kami buka, keluarlah binatang-binatang buas. Kemudian kami bingung, dan akhirnya kami kembali lagi disini Raden Djono ke 1 mendengar jawaban Kyai Dul Syukur merasa heran atas perbuatannya (Kyai Dul Syukur).

              Raden Djono ke1 mengatakan kepada Kyai Dul Syukur, berarti Kya Dul Syukur itu kesengsem ditempat sayembara dan gemang bali ke Kerajaan Mataram (tidak mau pulang ke Kerajaan Mataram) takut dimarahi oleh Raja Mataram kemudian Raden Djono ke 1 berkesimpulan bahwa di tempat itu diberi nama Desa Semali (karena Kyai Dul Syukur kesengsem moh bali ke Mataram). Raden Djono ke1 dengan Kyai Dul Syukur sebelum melanjutkan mengembara di tempat lain, disitu bermusyawarah/berunding, hal apa yang dirundingkan kurang diketahui, dan berkali berunding, berunding tanpa berkesimpulan yang akhirnya Raden Djono ke1 menyatakan dan meciptakan nama Dukuh Kalidondong. Raden Djono ke1 setelah memberi nama Desa Semali dan Dukuh Kalidondong, melanjutkan jiarah bersama-sama dengan Kyai Dul Syukur menuju ke arah utara yang sekarang menjadi Dukuh Pesucen Kyai Dul Syukur ditempat itu kegiatannya bersuci yaitu melaksanakan sholat      (sembahyang)   ditempat     pinggir kali/tepi sungai, yaitu     dari   aliran   Kali    Bengang     bertemu    dengan   Kali    Betek. Maka dari itu tempat bersuci kyai Dul Syukur dinamakan Pesucen yang sekarang menjadi nama salah satu Dukuh di Desa Semali.

 

 

 

 

2.      MAKAM RADEN KALENG/ PAGER GLAGAH

 

 

Melanjutkan cerita di atas. Kyai Dul Syukur setiap selesai sholat/sembahyang mangambil batu dan dikumpulkan dengan rapi ditempat pesucian kemudian Kyai Dul Syukur menuju ke arah selatan dengan keperluan istirahat di makam Dukuh Kalidondong dan berulang kali kalau istirahat disitu. Raden Djono ke 1 tahu dan melihat kegiatannya Kyai Dul syukur yang waktu yang senggang Raden Djono ke 1 keluar dari Dukuh Pesucen bertujuan dan keperluan mendirikan masjid bertiang satu(1), di Desa Pekuncen, setelah selesai Raden Djono ke1 kembali lagi menuju di Dukuh Pesucen.

              Dilanjutkan kegiatan Kyai Dul Syukur, Kyai Dul Syukur pada suatu saat dapat menjelma (malik rupa) dari wujud ia menjadi wujud perempuan (mencala putra mencala putri), pada waktu itu di Dukuh Pesucen Kyai Dul Syukur menjelma wujud peremupuan setengah baya. Kyai Dul syukur setelah ganti wujud perempuan setengah baya, kegiatannya menjadi pengemis, pada waktu menegmis di Pesucen, warga yang dimintai (diemisi) tidak memberinya, kemudian perempuan setengah baya pergi sambil berkata ngomel-ngomel. Perginya dari Dukuh Pesucen ke selatan terus berjalan ke barat, disitu Raden Djono ke 1 tahu ada perempean setengah baya sedang berjalan dengan ngomel-ngomel Raden Djono ke1 dalam hati kecilnya bertanya-tanya siapakah perempuan setengah baya itu, kemudian Raden Djono ke 1 membuntuti si perempuan itu menuju ke arah barat, dan akhirnya si perempuan itu tidak kelihatan dan menghilang. Kemudian Raden Djono ke 1 berhenti sambil istirahat, disamping istirahat Raden Djono ke 1 melihat kanan kiri, disitu ada kayu tanjung berwarna putih yang akhirnya Raden Djono ke1 memberi nama Dukuh Tunjungseto.

              Dari Dukuh Tunjungseto Raden Djono ke 1 meneruskan jiarah/mengembara menuju ke sebelah timur, disitu mengetahui seluk-belukar dan melihat bahwa disitu ada pohon beringin, dekat pohon beringin ada sungai, sungai itu airnya dalam (kedung). Kesimpulannya Raden Djono ke1 menciptakan nama Desa Kedungringin. Dari Desa Kedungringin Raden Djono ke1 membuntuti si perempuan setengah baya, dari jarak jauh si perempuan kelihatan, terus dikejar dan dibuntuti, akhirnya si perempuan itutidak kelihtan lagi dan menghilang masuk hutan, dukuh pesucen. Raden Djono ke 1 berhenti sambil menunggu kedatanganya si perempuan( raden Djono ke 1 mandeg karo ngenteni tekane si wong wadon mau) makin lama si perempuan itu tak kunjung datang ( sen saya sue si wong wadon kuwi di enten-enteni ora teka-teka) kemudian raden Djono ke 1 memberi nama Dukuh Menganti.        

              Raden Djono ke 1 dari dukuh pesucen meneruskan tujuanya, yaitu mbangun teki (mertapa di hutan), ialah dukuh pesucen, dalam melaksanakan bertapa Raden Djono ke 1 hingga meninggal dunia di situ dan tempat pertapaan tumbuh rumput (pohon) glagah, maka dari itu orang-orang jaman dahulu menyebutkan hutan itu dinamai Igir glagah dan pager glgah. Masyarakat di luar desa semali dukuh pesucen menyebutkan nama wager glagah.

              Pada tahun 1887 Raden Djono ke1 keluar dari kaleng bertujuan mbangun teki (mertapa) di hutan, yaitu di hutan yang sekarang disebut hutan Igir (pager) glagah dan sampai meninggal dunia di hutan tersebut Raden Djono ke 1 sebelum melaksanakan mertapa keluar dari kaleng mideringat (keliling) ke barat terus ke arah utara, dalam perjalanan berziarah sambil memberi nama desa, sebab pada waktu itu bumi pertiwi yang dilewati Raden Djono ke1 ada manusianya tetapi belum memiliki nama desa, disitulah Raden Djono ke1 menyempatkan dan menciptakan nama-nama desa.

              Jelasnya, bahwa nama desa semali sejak tahun 1887 dan yang memberi nama Raden Djono ke1 dari kaleng keturunan dari kerajaan mataram.

 

 

 

 

 

 

 

3.      RUWAT BUMI

 

Ruwatan adalah budaya masyarakat Jawa pada umumnya, Ruwatan menurut bahasa setempat mengandung arti “ruwat” yang berarti “luwar” atau “leupas” sedangkan “bumi" mengandung arti tanah yaitu tempat dimana kita berpijak. Ruwatan Bumi ini dengan tujuan memohon kepada sang pencipta, untuk di selamatkan dalam diri, usaha, pertanian dan lain sebagainya dari serangan orang yang jahat, dari berbagai penyakit dan hama untuk segala usaha pertaniannya. Dan rasa syukur atas hasil pertanian yang didapat.

Untuk desa semali sendiri untuk acra ruwat bumi dilaksanakan pada bulan suro dengan menampilkan pagelaran wayang kulit dan panggung dihiasi dengan aneka macam hasil panen masyarakat di desa semali. Dalam menggelar pentas wayang kulit yang melakonkan tentang ruwatan itu sendiri. Sang dalang dalam menampilkan pagelarannya menyajikan salah satu dari beberapa jenis lakon. Misalnya lakon murwakala. Menurut dalang ruwat, tidak sembarangan dalang yang bisa meruat. Dalang ruwat itu harus dari turunan dalang. Ayahnya turunan dalang dan ibunya pun turunan dalang, dua – duanya turunan dalang, Meskipun sang dalang pintar memainkan wayang dan membawakan cerita pewayangan Kalau bukan dari turunan dalang dari ayah ibunya dalang tersebut tidak boleh meruwat. Kalau ini dilanggar sang dalang tersebut akan mendapatkan karma atau akan terjadi suatu hal pada dalang tersebut.

 

 

4.      GEBAS MAKAM

 

Gebas makam/ krapyak/ Kerja bakti merupakan tradisi dan kearifal local Desa Semali Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen yang sudah dilaksanakan sejak jaman dulu. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan satu tahun dua kali yaitu pada bulan rajab dan bulan Suro/ Muharram. Tradisi ini dilaksanakan oleh seluruh warga desa bergotong royong membersihkan makam yang dilanjutkan dengan berziarah makam para pejuang desa dan tasyakuran. Terdapat nilai filosofi tersendiri dalam Tradisi Gebas Makam. Bersih/Gebas merupakan sebuah manifestasi perintah agama yang mengajarkan manusia untuk selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Karena kebersihan merupakan sebagian dari Iman. Menjaga kebersihan lingkungan dalam tradisi Gebas dilakukan dengan membersihkan area makam. Jika tidak dibersihkan, area makam bisa saja menjadi vektor berbagai macam penyakit. Seperti sarang nyamuk, serangga, maupun hewan melata berbahaya seperti ular berbisa, kalajengking, kelabang dan sebagainya. Dengan dibersihkan secara berkala, kesehatan lingkungan makam akan tetap terjaga. Bersih juga bisa menjadi sarana bagi deteksi dini terjadinya pencemaran yang bersumber dari lingkungan makam. Seperti kebocoran makam yang bisa mengakibatkan pencemaran yang membahayakan kesehatan masyarakat. Hebatnya, filosofi tradisi bersih/gebas tidak hanya melulu soal kebersihan dan kesehatan lingkungan. Akan tetapi juga mencakup tentang kebersihan hati dan kesehatan jiwa

Selain bertujuan untuku kebersihan, Warga desa antusias melaksanakan kerja bakti ini, mereka membersihkan makam leluhur masing-masing sehingga dapat meningkatkan rasa memiliki akan leluhur mereka. Dengan mendatangi makam leluhur, akan memantik rasa syukur dalam hati atas anugerah yang telah diberikan Tuhan. Tradisi ini juga dapat mengingatkan kita akan jerih payah, perjuangan dan pengorbanan para leluhur sehingga timbul rasa menghargai. Selain membersihkan makam leluhur masing-masing dilanjutkan membersihkan makam leluhur Dukuh pesucen yaitu Makam Mbah Ngabei Banyu Mrapat di dukuh pesucen dan dilanjutkan membaca tahlilan di makam tersebut. Dan setelah selesai membaca tahlil di makam dilanjutkan dengan kenduren bersama seluruh warga di satu halaman dengan memotong kambing dan dimasak kemudian untuk dijadikan lauk untuk warga. Setiap warga desa membawa ancak yang berisikan nasi tumpeng dan lauk-pauk yang nantinya akan di doakan dan dimakan bersama-sama.

5.      Solawatan Jawa di Bulan Maulud

 

Untuk memperingati bulan Maulud atau bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW warga Desa Semali khusunya warga Dukuh Pesucen mengadakan sholawat jawa. Sholawat adalah bentuk pujian dan cara umat Islam bersilaturrahim kepada Nabi Muhammad SAW. Selain itu, sholawat juga mempunyai makna sebagai bentuk kepedulian sosial. Hal ini menunjukkan betapa Islam sangat rahmatan lil alamin karena mengajarkan tidak egois dan senantiasa memberikan berkah bagi semua bagi semua umat. Nama yang paling sering disebut setiap hari ialah Nabi Muhammad Saw. Penyebutan nama Nabi lebih banyak dilakukan dalam bentuk sholawat. Sholawat atau selawat adalah ungkapan rasa cinta dan kerinduan kepada Nabi Muhammad dengan mengucapkan lafaz-lafaz shalawat, seperti Allahumma shalli „ala Muhammad. Bershalawat kepada Nabi merupakan seruan Allah.

Sholawat Jawi atau Sholawat Maulud Jawi mengandung pengertian sholawat adalah puji-pujian untuk keselamatan Nabi Muhammad beserta keluarga dan umatnya. Kata Maulud mengandung pengertian Bulan Maulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw. Kata Jawi, sebagai bentuk penghalusan kata Jawa. Dengan demikian kata Sholawat maulud Jawi mengandung pengertian syair-syair pujian yang mengandung sejarah dan peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw.

Unsur-unsur yang ada pada pementasan Sholawat Jawi adalah Personil, Syair atau tembang dari Buku Tuntunan Sholawat Maulud Mudo Palupi, dan alat musik pengiring. Dalam penampilan kesenian Sholawat Maulud ini seluruh pemain duduk berderet membuat formasi tertentu dengan para pemain musiknya biasanya duduk di deretan paling belakang atau pada tempat tertentu yang disediakan. Ciri khas dari kesenian ini adalah para pemain hanya duduk bersila, tidak ada gerakan-gerakan tarian atau pun tepuk tangan. Gerakan yang ada hanyalah bentuk peniruan gerakan sholat sehingga kesenian ini merupakan bentuk ekspresi orang melakukan sholat. Bentuk gerakan seperti ini, yaitu posisi atau gerakan menirukan gerakan orang sholat. Hal ini juga sesuai dengan tujuan kesenian ini adalah pembelajaran sholat bagi masyarakat.

Di dalam Sholawatan Maulud Jawi gerakannya bernama Syrokal atau Mahallul Qiyam yakni duduk -berdiri- bergoyang sedikit ke kanan dan kiri sambil tengadah ke atas seolah menyambut kelahiran Rasul Muhammad Saw- dengan membaca sholawat dan pujian – kemudian duduk lagi. Setelah sholawat selesai dilaksanakan kenduren bersama yang didalamnya ada ayam rasullan yang ditunjukkan untuk Nabi Muhammad SAW.

 

 

 

 

 

 

 

6.      SENI TARIAN KUDA LUMPING

 

Menurut sejarahnya tari Kuda Lumping/ Jathilan sudah ada sejak zaman primitif dan digunakan sebagai sarana upacara ritual yang sifatnya magis. Semula tari Kuda Lumping hanya menggunakan alat yang sederhana. Begitu pula cara berpakaian penari juga masih sangat sederhana. Seiring dengan perkembangan zaman, instrumental yang di gunakan untuk Kuda Lumping semakin komplit begitu pula kostum para penarinya juga sudah lebih bagus dan kreatif. Semula tarian Kuda Lumping hanya digunakan untuk acara ritual saja, sekarang sudah dijadikan sebagai seni pertunjukan. Sebagai seni pertunjukan para seniman membuat sedikit perubahan, geraknya lebih dinamis, kreatif, dan lebih bervariasi.

Tarian Kuda Lumping menggambarkan peperangan dengan naik kuda dan bersenjatakan pedang. Selain ada yang menaiki kuda ada pula penari yang tidak berkuda tetapi bertopeng, yaitu sebagai penthul, bejer, cepet, gendruwo, dan barongan. Pada penari Kuda Lumping biasanya ada penari yang sampai mengalami keadaan trance, yaitu keadaan dimana penari mengalami keadaan tidak sadarkan diri. Bahkan penari yang mengalami kesurupan tersebut bisa makan barang-barang dari kaca. Hal itu mustahil bisa dilakukan oleh penari biasa apabila tidak sedang mengalami trance.

Di desa Semali sendiri untuk kesenian kuda lumping sangat di jaga kelestariannya. Di Desa Semali sendiri ada 4 group kesenian Kuda Lumping yang sampai saat ini masih terjaga kelestariannya, ada penari yang senior dan juga banyak penari penerus yang dilatih untuk nguri-nguri budaya kuda lumping bahkan banyak penari yang masih duduk di bangku sekolah dasar.

Pada pertunjukan Kuda Lumping ada tempat atau arena yang tetap, hal ini berbeda dengan reog yang arenanya tidak tetap karena biasanya reog dipergunakan untuk mengiringi suatu karnaval atau upacara tertentu. Biasanya pendukung penari Kuda Lumping berjumlah 35 orang, dengan perincian penari 20 orang, penabuh instrumen 10 orang, 4 orang sebagai pembantu umum atau penjaga keamanan, dan 1 orang sebagai koordinator pertunjukan yang mengatur jalannya pertunjukan dari awal hingga berakhirnya Kuda Lumping.

Para penari menaiki kuda yang terbuat dari bambu dan membawa pedang seolah-olah hendak perang melawan musuh. Ketika menari para pemain mengenakan kostum dan tata rias muka yang realistis namun demikian ada pula grup Kuda Lumping yang kostumnya non realistis terutama tutup kepala, yaitu mengenakan irah-irahan wayang orang. Pada kostum yang realistis, tutup kepala mengenakan blangkon atau iket kepala dan memakai kacamata gelap. Kostum pakaiannya mengenakan baju atau kaos, rompi, celana panji, stagen, dan timang.

 

PEMANFAATAN SUMBER DAYA BUDAYA SEBAGAI DAYA TARIK DESA WISATA ( KESENIAN,PENINGGALAN SEJARAH, SENI ARSITEKTUR BANGUNAN KHAS BUDAYA MASYARAKAT SETEMPAT)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bagikan :

Tambahkan Komentar Ke Twitter

Potensi Desa Terkait

Arsip Potensi Desa

Statistik Pengunjung